Agus Setiaman


ANOMI DI INDONESIA
November 25, 2008, 7:07 am
Filed under: SOSIOLOGI KOMUNIKASI


st1\:*{behavior:url(#ieooui) }
<!– /* Font Definitions */ @font-face {font-family:”Cambria Math”; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;} @font-face {font-family:”Monotype Sorts”; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-alt:Symbol; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:”Bookman Old Style”; panose-1:2 5 6 4 5 5 5 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:””; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:”Times New Roman”,”serif”; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; font-size:10.0pt; mso-ansi-font-size:10.0pt; mso-bidi-font-size:10.0pt;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:-2; mso-list-type:simple; mso-list-template-ids:-1;} @list l0:level1 {mso-level-start-at:0; mso-level-text:*; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; margin-left:0cm; text-indent:0cm; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;} @list l1 {mso-list-id:425460756; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:853938808 -1882680418 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt; mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;} @list l2 {mso-list-id:1133791754; mso-list-type:simple; mso-list-template-ids:-1701837446;} @list l2:level1 {mso-level-number-format:bullet; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:18.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:”Monotype Sorts”;} @list l3 {mso-list-id:1509127564; mso-list-type:simple; mso-list-template-ids:-1597085692;} @list l3:level1 {mso-level-start-at:10; mso-level-text:”%1\. “; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; mso-level-legacy:yes; mso-level-legacy-indent:18.0pt; mso-level-legacy-space:0cm; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; mso-ansi-font-size:14.0pt; font-family:”Times New Roman”,”serif”; mso-ansi-font-weight:normal; mso-ansi-font-style:normal; text-decoration:none; text-underline:none;} @list l0:level1 lfo2 {mso-level-start-at:1; mso-level-number-format:bullet; mso-level-numbering:continue; mso-level-text:; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; mso-level-legacy:yes; mso-level-legacy-indent:18.0pt; mso-level-legacy-space:0cm; margin-left:18.0pt; text-indent:-18.0pt; font-family:Symbol;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} –>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Times New Roman”,”serif”;}

  1. Pendahuluan

Di penghujung tahun 1997 krisis moneter menghantam negeri ini, jauh hari sebelum krisis menerjang negeri ini sebenarnya Bank Dunia pernah memberikan penghargaan pada Indonesia karena dinilai sebagai negri yang tingkat pertumbuhan ekonominya terbilang tinggi dan memiliki fundamen ekonomi yang kuat bahkan saat ekonomi kita oleng mentri keuangan waktu itu Mar’I Muhammad berkali-kali menegaskan bahwa fundamen ekonomi kita kuat, devisa yang kita miliki cukup memadai. Mar’i yang dikenal sebagai Mr. Clean menjelaskan pada wartawan bahwa basis ekonomi yang kita miliki sebenarnya cukuo bagus, Mar’i yang karena kebijakan uang ketatnya pernah mendapat olok-olokan sebagai mentri mari berhemat mencoba meyakinkan masyarakat luas bahwa cadangan devisi yang Indonesia miliki bisa menjamin.

Tapi sepertinya semua langkah yang coba dilakukan pejabat Negara untuk menghentikan penarikan besar-besaran uang dari bank baik bank pemerintah maupun bank swasta (rush) seolah-olah tak berarti apa-apa, inilah awal dari krisis berkepanjangan yang melanda negeri kita. Krisis ekonomi merupakan awal dari krisis lain yang menerpa negeri ini, seolah menegaskan pada kita krisis ekonomi hanya fenomena gunung salju terbukti krisis lain mengiringi seperti krisis politik, krisis kepemimpinan, krisis moral, krisis kepercayaan, sehingga lengkaplah krisis yang terjadi di Indonesia yang kemudian dikenal sebagai krisis multi demensi.

Permasalah yang menjadi pertanyaan besar kita semua, mengapa krisis yang terjadi di negeri ini seolah-olah tidak mau beranjak, seberapa besar masalah yang melanda negeri ini sehingga krisis tidak juga kunjung selesai, apa yang menjadi kendala yang menjadikan krisis ini sepertinya tidak mampu diselesaikan.

Kepemimpinan nasional telah berganti mulai dari kepemimpinan yang ditunjuk oleh Mantan Penguasa Orde Baru, pemimpin yang dipilih oleh Para Petinggi Politik di Dewan Terhormat sampai dengan pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat, pemimpin nasional yang memiliki kualifikasi sebagai teknokrat, ulama, ibu rumah tangga sampai dengan sarjana tetapi semuanya seolah belum (kalau tidak boleh dikatakan tidak berhasil) menunjukkan hasil seperti yang kita harapkan.

Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Emile Durkheim seorang sosiolog kebangsaan Perancis. Definisi anomi menurut Emile Durkheim adalah keterasingan yang dialami individu dari lingkungan masyarakatnya. Hal ini terjadi karena penjungkirbalikan status dan peran sosial sebagai akibat perubahan dan pembagian pekerjaan dalam masyarakat sebagai salah satu dampak dari revolusi industri yang terjadi di Perancis waktu itu.

Emile Durkheim menemukan gejala anomi pada masyarakat Perancis pada abad 19, tekanan berat yang dialami seorang individu karena runtuhnya norma-norma sosial yang selama ini dijadikan panutan atau pegangan hidupnya akibat perubahan sosial yang sangat mendasar telah menempatkan pada suatu keadaan anomi atau situasi yang sama sekali tidak dipahaminya. Keadaan semacam ini yang menurut Durkheim sebagai salah satu sebab seseorang melakukan bunuh diri atau yang disebut anomi suicide

Konsep anomi yang lain dikemukakan oleh Robert K Merton, berbeda dengan Emile Durkheim yang lebih menelaah gejala anomi dalam hubungan antar individu dengan struktur sosial. Robert K Merton lebih melihat kaitan antara anomi dengan struktur sosial dan struktur budaya.

Anomi tumbuh karena rusaknya sistem nilai budaya, ini terutama terjadi ketika seorang individu dengan kapasitasnya yang ditentukan oleh struktur sosial tiba-tiba kehilangan kemampuan mengendalikan tindakannya dengan norma-norma dan tujuan budaya.

Dengan kata lain, Anomi terjadi bila struktur budaya tidak berjalan seiring dan didukung struktur sosial yang berlaku.

GEJALA ANOMI YANG TERJADI DI INDONESIA

Ketika terjadi peralihan kekuasaan pemerintah dari orde baru dan orde transisi ke orde reformasi yang lebih demokratis sekarang ini banyak orang berpengharapan bahwa krisis multi demensional ini akan segera teratasi. Berbagai upaya untuk memulihkan kondisi ini memang telah dilakukan akan tetapi parahnya kondisi kerusakan yang terjadi pada hampir seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ini hingga saat ini menyebabkan upaya yang ditempuh pemerintah dan segenap lembaga yang berwenang belum menunjukan tanda-tanda yang jelas menuju perbaikan.

Permasalahan yang dihadapi bangsa ini antara lain :

ò Krisis ekonomi

ò Penyelesaian hak azasi manusia yang belum terselesaikan

ò Penegakan hukum dan norma-norma yang berlaku

ò Penyelesaian politik

ò Krisis kepemimpinan nasional

ò Krisis moral

Krisis yang demikian kompleks ini menyebabkan semakin meluasnya rasa tidak tentram dan tidak pasti dalam masyarakat. Rasa tidak pasti ini diperbesar dengan adanya berbagai kebijakan yang berubah-ubah, pernyataan-pernyataan dan ucapan-ucapan para pejabat dan blok-blok masyarakat yang tidak konsisten dan simpang siur . Akibatnya masyarakat menjadi kehilangan pegangan nilai, keyakinan, dan kemampuan untuk bisa menempatkan diri secara wajar dalam konstelasi kehidupan politik, ekonomi, sosial yang sedang mengalami masa-masa paling suram sebagai dampak dari reaksi terhadap apa yang menjadi keyakinan masyarakat luas yaitu mismanagemen negara yang telah berlangsung selama lebih dari tiga dasawarsa pada waktu pemerintahan yang lalu.

Kalau di Perancis tumbuh anomi suicide di Indonesia karena memiliki watak yang berbeda (entah guilt culture atau shame culture ?) seseorang yang mengalami anomi, yang tak puas dengan situasi dan kondisi yang tidak menentu, malahan cenderung menyakiti atau membunuh orang lain atau anomie homicide. Melalui pemberitaan di media massa kita mengetahui hal yang sepele saja dapat menjadi alasan orang untuk membunuh, hanya karena uang seratus rupiah saja bisa menjadi penyebab hilangnya nyawa orang.

Dalam skala lebih luas anomi kolektif disertai dengan tidak adanya kesadaran hukum juga sering memicu terjadinya anomic homicide yang dilakukan oleh sekelompok anggota masyarakat yang hanya didasarkan pada kesadaran kolektif.

SKALA ATAU INDIKATOR-INDIKATOR ANOMIE

Þ KETIDAKPERCAYAAN KEPADA PEMERINTAH

Yaitu berkurangnya atau hilangnya kepercayaan pada pemerintah akan kemampuan untuk mengatasi krisis yang terjadi dalam berbagai bidang kehidupan baik krisis ekonomi, politik, sosial.

Þ KETIDAKPUASAN TERHADAP KONDISI KEHIDUPAN

Yaitu adanya perasaan mengalami deprisiasi relatif atau absolut sebagai akibat terenggutnya hak-hak azasi di berbagai bidang.

Þ PESIMISME MENGHADAPI MASA DEPAN.

Yaitu ketidakyakinan untuk bisa menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik pada waktu yang akan datang yang tidak terlalu lama.

Þ ANOMIE INDIVIDU

Yaitu adanya perasaan teralienasi atau disorientasi karena norma, nilai dan keyakinan yang dihayati tidak mampu digunakan sebagai alat interpretasi terhadap banyak gejala dalam proses perubahan yang sedang berlangsung di berbagai kehidupan.

MODAL SOSIAL

Hal yang penting berkaitan dengan anomi ini adalah modal sosial yang didefinisikan seperangkat karakter sosial yang mencerminkan norma-norma, nilai-nilai, dan keyakinan yang dimiliki komunitas atau kelompok sosial yang kualitasnya menentukan cara para anggota komunitas atau kelompok sosial bersangkutan berprilaku dalam interaksi diantara sesamanya dan cara mereka menyingkapai atau merespon segala sesuatu yang datang dari luar kelompoknya.

Asumsinya adalah interaksi sosial dapat berlangsung baik dan berkelanjutan apabila pihak-pihak yang terlibat memiliki semua karakter tersebut secara memadai.

Terdapat sepuluh modal sosial yaitu :

1. Tanggungjawab

Kesadaran untuk memenuhi kewajiban sebagai cerminan rasa perduli terhadap masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

2. Kepercayaan

Kesediaan untuk memercayaai orang lain berdasarkan keyakinannya bahwa yang bersangkutan akan menepati janji atau memenuhi kewajibannya.

3. Kerjasama

Suatu keadaan yang menverminkan kesediaan dari semuua pihak yang terlibat memberikan kontribusi yang seimbang dalam melakukan segala hal yang menyangkut kepentingan bersama.

4. Kemandirian

Sikap dan prilaku yang mengutamakan kemampuan sendiri untuk memenuhi berbagai kebutuhan tanpa tergantung atau mengharapkan bantuan orang lain.

5. Kebersamaan

Sikap dan prilaku yang mencerminkan adanya kesediaan untuk turut terlibat dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama.

6. Keterbukaan

Kesediaan untuk menyampaikan apa adanya segala hal yang orang lain yang berkepentingan menganggapnya mereka perlu mengetahuinya.

7. Keterusterangan

Kesediaan untuk menyampaikan apa sesunggguhnya terjadi tanpa merasa dihalangi perasaan sungkan, ewuh pakewuh.

8. Empati

Kemampuan memahami apa yang dialami orang lain atau kemampuan untuk menempatkan diri dalam situasi tertentu.

9. Solidaritas

Kesediaan untuk secara sukarela ikut menanggung suatu konsekuensi sebagai wujud kebersamaan dalam mengatasi masalah.

10. Toleransi

Kesediaan untuk memberikan konsesi atau kelonggaraan, baik dalam bentuk materi maupun non materi sepanjang tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsipil.


Leave a Comment so far
Leave a comment



Leave a comment